Pendidikan

Juara

MEDAN, KLIK7TV.CO.ID – “Anak-anak sekalian. Hari ini adalah hari yang luar biasa bagi kita semua. Pertama kali dalam dua puluh dua tahun ibu mengajar, baru kali ini kejadian. Ini pertama kali juga dalam sejarah sejak sekolah ini berdiri. Tiga orang juara satu, satu orang juara dua dan dua orang juara tiga. Tepuk tangan untuk kita semua!”, pinta guru tercinta kami Bu Noviar.

Bunyi tepuk tangan keras bergema riuh memecah suasana tegang saat pengumuman pembagian rapor kelas dua SMP Caturwulan dua. Sekejap kemudian mendengung suara bisik-bisik tak jelas.

Suasana kembali tegang, menunggu pengumuman juara kelas.

Bu Noviar adalah guru fisika yang pintar sekaligus menjadi Wali Kelas kami, Kelas Dua Dua.

Beliau termasuk guru disenangi sekaligus ditakuti. Karena kedekatannya dengan siswa beliau menjadi tempat curhatan dan konsultasi siswa bermasalah. Dekat seperti orang tua yang mengayomi dan ngemong bagi banyak anak.

Di sisi lain saat masuk mata pelajarannya jika ada anak yang tidak bawa alat sesuai perintah, maka siap-siap menerima pukulan rol kayu panjang di telapak tangan.

“Plak-plak”, bunyi kayu nyaring begitu menyentuh telapak tangan. Kadang tangan reflek ditarik, pukulan diulang. Konsekuensi ini adalah buah dari perjanjian diawal tahun kelas dua. Siapa yang tidak membawa alat dan buku saat pelajaran, maka akan dapat hukuman.

Desas-desus tentang ibu ini sudah kudengar sejak kelas satu dan rezekinya kami semua dipertemukan dengan beliau.

Tapi anehnya, tidak ada pula siswa yang bolos jika lupa membawa alat. Bisa jadi itu karena cara mengajarnya yang asik. Konsep fisika yang rumit diurai beliau dengan cara yang sederhana sehingga kami mudah mengerti.

“Nilai kalian sama semua. Sudah ibu coba lakukan beberapa postes, tetap saja sama. Beberapa guru lain juga ibu mintai tolong untuk menguji ulang”, jelas bu guru di mejanya di depan kelas.

Kelas berukuran empat kali enam dengan dinding tebal kokoh khas bangunan Belanda kembali hening. Dua puluh empat siswa tidak mengeluarkan suara. Semua diam.

Semua menduga-duga dan merasa-rasa.

“Sebenarnya ibu tidak mau menyampaikan ini. Biarlah kalian tahu sendiri. Tapi bagi ibu, ini terlalu spesial. Terima kasih ya anak-anak ibu yang giat belajar. Terima kasih atas semangat kompetisi yang berkembang selama ini. Ibu bangga”, ucap ibu berpidato. Namun nama para juara belum juga disebutkan.

Sebagian siswa sudah gelisah. Ada yang menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga kursi turut goyang. Beberapa memainkan pulpen menimbulkan suara di tengah kesunyian. Ada yang mulai menyeka keringat di tengkuk dengan sapu tangan. Ada yang menundukkan kepala sampai jauh kebawah meja.

Aku merasakan ketegangan ini. Berharap salah satu diantara yang tiga, rasanya tidak mungkin. Tapi jantung tetap berdebar tidak bisa dicegah.

“Jadi ibu keras sama kalian itu bukan tanpa sebab. Ibu ingin murid ibu itu sudah menyiapkan diri untuk sekolah. Tidak ada yang buru-buru. Semua terencana dengan baik. Nah, sekarang lihatlah ada hasilnyakan. Kelas kita jadi kompetitif”, terang Bu Noviar dengan bangga.

“Tapi pukulan rol ibu sakit sekali. Merah-merah tangan kami”, celetuk kawan di bangku belakang memancing tawa kami semua.

Bu Noviar ikut tersenyum.

“Salah sendiri gak patuhi aturan. Ya, kenaklah!”, balas Bu Noviar.

“Bu, ayoklah. Gak jadi-jadi ibu umumkan”, teriak siswa lain di bagian tengah sebelah kiri. Semua mata menengok kearahnya.

“Berani benar. Minta pukul nih anak”, gumamku dalam hati.

Karena suasana hati bu wali kelas kami sedang bahagia, pukulan rol kayu tidak terjadi. Dimaafkan atas kelancangannya.

“Baiklah, kalau begitu. Dengar ya. Juara tiga adalah Andi dan Irza. Juara dua Azwar dan Juara I adalah….. “, ucap Bu Noviar mendramatisir keadaan.

“Juara 1 adalah Eka, Salman dan Dinil”, Pungkas Bu Noviar dengan bangga. Tepuk tangan bergemuruh. Orang yang namanya disebut tersenyum sumringah.

Namun tidak ada yang berdiri dan maju ke depan karena tidak diminta untuk itu dan juga tidak ada hadiah diberikan.

Hari itu tercatat sebagai sejarah baru bagi sekolah kami, SMP Negeri Simpang Candung.
——-+-

Tulisan ini mengenang sahabat kami Dinil Arifah yang meninggal setelah berjuang melawan sakitnya, Selasa, 25 Februari 2025 pukul 03.15 di RS. Ahmad Muhtar Bukittinggi.

Penulis : Salman

Related Posts