JAKARTA, KLIK7TV.CO.ID – Kuasa hukum tiga terdakwa PT Nusa Sinar Perkasa (NSP), Amri Piliang, S.H, yang juga sebagai Ketua Departemen Hukum & HAM Dewan Koordinasi Nasional (DKN) Garda Prabowo, menegaskan bahwa kliennya telah menjalankan seluruh prosedur tahapan Proses penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) pasal 5 dan 13.
Menurut Amri, tuduhan penempatan ilegal yang dialamatkan kepada tiga karyawan PT NSP adalah tidak tepat karena seluruh proses telah melalui SISKO PPMI, sistem resmi pemerintah yang dikelola oleh Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia hingga dilaksanakannya Orientasi Pra Penempatan (OPP).
“Tidak mungkin ada penempatan ilegal lewat SISKO PPMI. Semua dokumen para calon PMI lengkap dan sah. Tuduhan ini murni bentuk kriminalisasi,” tegas Amri saat wawancara ekslusif salah satu kanal YouTube @Arman bicara.
Permasalahan hukum bermula dari Surat Keputusan izin operasional kantor cabang PT NSP di Jawa Timur yang diterbitkan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi pada Februari 2024. Namun, izin tersebut tidak diakui dalam persidangan dan disebut hanya sebagai surat rekomendasi untuk mendaftarkan ke OSS.
“Ini aneh. Dinas yang menerbitkan izin, tapi di persidangan justru menyebutnya rekomendasi. Padahal, fungsi kantor cabang jelas: hanya untuk sosialisasi, seleksi, dan membantu penyelesaian masalah PMI. Perekrutan resmi tetap dilakukan di seluruh Indonesia oleh kantor pusat melalui SIP P2MI, bukan berdasarkan Kantor Cabang” jelas Amri.
Ia juga menekankan bahwa keberadaan kantor cabang bertujuan memudahkan komunikasi dan pelayanan bagi keluarga PMI di daerah, bukan sebagai pihak perekrut orang perorangan /mandiri.
Amri menyoroti overlapping pemahaman regulasi antara pemerintah pusat dan daerah, bahwa Pemerintah daerah mewajibkan kantor cabang untuk perekrutan PMI mengacu pada peraturan daerah Jatim No.2 tahun 2023. Sementara itu, hukum nasional menyatakan perekrutan cukup dilakukan oleh kantor pusat melalui SISKO PPMI Berdasarkan SIP2MI, sedangkan Kantor Cabang tidak diwajibkan.
Akibat penahanan dokumen oleh penyidik, sekitar 50 PMI resmi gagal berangkat selama 8 bulan terkatung-katung, sehingga kehilangan potensi penghasilan sekitar Rp 80 juta per orang.
“Mereka bukan korban TPPO, tetapi korban kriminalisasi. Semua dokumen sah, kontrak kerja jelas, dan telah disahkan oleh negara, Jadi izin merekrut itu dasar hukumnya SIP2MI, bukan Kantor Cabang yg tidak diwajibkan, ada kantor cabang tapi tak punya SIP2MI maka siapapun tidak boleh merekrut, tetapi jika ada SIP2MI tanpa kantor cabang boleh merekrut,” ujar Amri.
Jadi yg dipermasalahkan izin OSS adalah sangsi administrasi, bukan Pidana
Amri meminta negara hadir untuk melindungi hak PMI resmi yang sudah memenuhi seluruh persyaratan hukum. Ia juga berharap majelis hakim menilai perkara ini secara objektif.
“Yang benar jangan disalahkan, yang salah jangan dibenarkan. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya,” pungkas Amri. (ARMAN R)