JAKARTA, KLIK7TV.CO.ID – Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah perbuatan yang menyebabkan seseorang dieksploitasi, Penjeratan Hutang, disekap, diculik, hingga mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan sosial. Orang yang diperdagangkan berstatus budak, bukan lagi manusia merdeka yang memiliki harkat-martabat.
Penempatan Pekerja Migran Indonesia Indonesia (PMI) keluar Negeri, ibarat orang pergi ke luar rumah, jumlah orang yang loncat pagar lebih banyak daripada lewat pintu yang benar, Biasanya, mereka “loncat pagar” karena sistem yang salah. Dalam dunia ilmiah dikenal istilah GIGO, garbage in garbage out.
Kualitas output dipengaruhi secara langsung oleh kualitas input yang diberikan. Jika dunia ketenagakerjaan migran dikelola secara salah maka hasilnya salah. Begitu juga sebaliknya, jika sistem penempatan dikelola dengan benar, hasilnya akan baik.
Ada Regulasi yang Salah
Regulasi yang salah kaprah telah menimbulkan Stagnasi Penempatan PMI Resmi dan menimbulkan terjadinya Praktik Penjeratan Hutang yang merupakan salah satu unsur dari TPPO yang dijadikan Bancakan oleh para Sindikat Mafia Ijon Rente yang kini mendapatkan tempat dan diberikan ruang untuk melakukan aksinya kepada PMI melalui kebijakan yang dikeluarkan seperti Keputusan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) No.786 Tahun 2022, dan Kepka BP2MI No.328 tahun 2022 yang pernah di gugat oleh LBH LP-KPK pada 4 Februari 2022 dan sebelumnya telah dilayangkan Surat Keberatan Banding Administrasi atas Keputusan kepala BP2MI tersebut diatas.
Namun saat itu dengan paniknya Beny Rhamdani bergegas mencabut Kepka No.328 Tahun 2022 tersebut dan menggantinya dengan Kepka BP2MI No.50 Tahun 2023 pada 15 Februari 2023 dengan membebankan biaya penempatan kepada PMI sekitar 23 jutaan rupiah atau lebih tinggi 5 jutaan nilainya dari Kepka No.328 Tahun 2022 yang nilainya sekitar 17 jutaan rupiah yang menjadi beban PMI, sehingga para Calon PMI (CPMI) beserta keluarganya harus berpura-pura bayar lunas kepada Perusahaan P3MI melalui pinjaman pihak ketiga yang berkedok Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Sementara sumber dana KSP tersebut berasal dari KUR / Kredit Tanpa Agunan (KTA) yang disubsidi Pemerintah, namun subsidi bunga ini justru dinikmati oleh para Bandar Sindikat Mafia Ijon Rente yang memiliki Finance di Luar Negeri seperti Taiwan dan Hongkong, yang kemudian melakukan Collection Pemotongan Gaji hingga 9 bulan di Taiwan dan Hongkong dengan memberikan barcode setoran kepada CPMI saat menandatangani surat pernyataan Biaya dan Gaji yang tertuang dalam Kepka BP2MI No.328 Tahun 2022 yang kemudian disetorkan melalui Seven Eleven.
Sedangkan di Indonesia mereka membuat legalitas koperasi simpan pinjam untuk melakukan praktik penjeratan utang dengan dalih menalangi biaya penempatan yang telah dituangkan di dalam Surat Pernyataan Biaya dan Gaji (SPBG) keputusan kepala BP2MI No.328 tahun 2022, Kepka 786 Tahun 2022 dan Kepka No.50 Tahun 2023.
Selain itu, pernah dilakukan Rapat Umum Dengar Pendapat (RDP) di Komisi IX DPR-RI pada tanggal 8 Juni 2022 terkait masalah Pembiayaan PMI melalui Kepka-Kepka BP2MI yang bertentangan dengan Pasal 30 UU No.18 Tahun 2017 yang menghasilkan kesimpulan bahwa; “Komisi IX DPR-RI Mendesak kepala BP2MI agar mencabut/membatalkan seluruh Kepka-Kepka BP2MI yang berkaitan dengan Struktur biaya Penempatan bagi PMI dan kembali kepada Perundangan”.
Hal ini tentunya bertentangan dengan Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 yang dibuat Beny Rhamdani sendiri tentang Pembebasan Biaya Penempatan kepada PMI dengan Diskriminasi 10 jenis jabatan yang wajib ditanggung oleh Pemberi Kerja, yang merupakan Amanat dari Undang-undang No.18 Tahun 2017 Pasal 30 ayat 2, sedangkan bunyi Pasal 30 ayat 1 “Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebankan Biaya Penempatan” jadi sangat jelas Keputusan Kepala BP2MI No.328, 786, tahun 2022 dan No.50 Tahun 2023 sangat bertentangan dengan Undang-undang. Oleh karena itulah kondisi saat ini banyak para sahabat PMI terjebak korban Penjeratan Hutang dan para pelaku Penempatan atau Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) terjebak Overcharging dan TPPO.
Berbeda halnya dengan Kepka No.72 Tahun 2022 Tentang Penyaluran KUR/KTA PMI yang merupakan turunan dari Permenko Perekonomian yang bukan turunan dari UU No.18 Tahun 2017 sehingga bertentangan dengan semangat Pasal 30 UU No.18 Tahun 2017.
Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan sangat mengapresiasi Rencana Bapak Prabowo Subianto untuk membantu PMI sebesar 45 Triliun dalam bentuk pinjaman untuk biaya Penempatan dengan suku bunga ringan, namun pada akhirnya akan berujung pada Praktik penjeratan utang yang mengakibatkan PMI yang akan menanggung beban biaya Penempatan melalui pemotongan Gaji, dan suku bunga subsidi dinikmati oleh para antek bandar sindikat mafia ijon/rente berkedok Koperasi Simpan Pinjam dan Finance Asing.
Lebih baik anggaran tersebut dialokasikan untuk Pemeriksaan Kesehatan, BPJS, Pelatihan Kerja dan Sertifikasi Profesi daripada jadi Kredit macet dan dibawa kabur keluar negeri.
Penjeratan Hutang secara sepihak kepada PMI beserta keluarganya adalah bentuk eksploitasi yang merupakan satu bagian dari Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Beny Rhamdani selaku kepala BP2MI ini telah memenuhi unsur Pasal 2 dan Pasal 8 Undang-undang No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Oleh karena itu penulis selaku Aktifis dan Pemerhati Kebijakan Pemerintah dan Keadilan, khususnya masalah Pekerja Migran sangat mendukung Komitmen Menkopolkam dan Menko Kum Impek untuk Memerangi Sindikat Mafia Perdagangan Orang tanpa pandang bulu termasuk keterlibatan para oknum pejabat tinggi negara dan kami siap memberikan keterangan dan bukti-bukti kongkret untuk membongkar semua praktek busuk para Sindikat Mafia TPPO dan juga Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Loundry) dari bisnis ilegal perdagangan manusia (Human Traficking)
Usulan dan Saran :
STOP PENJERATAN UTANG
Agar Para Pelaku Penempatan tidak terjebak Pidana dan Sahabat PMI tidak menjadi korban Praktik Penjeratan Utang, maka kami menyarankan kepada Bapak Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding untuk merevisi Peraturan Kepala BP2MI No.9 Tahun 2020 menjadi 5 item komponen biaya penempatan yang wajib di tanggung oleh pemberi kerja yaitu; Ticket Keberangkatan, Ticket Kepulangan, Visa Kerja, Legislasi Kontrak Kerja dan Jasa Perusahaan, sedangkan sisanya adalah dokumen Jatidiri PMI yang harus dipenuhi oleh PMI sebagai Persyaratan menjadi PMI dengan mengacu kepada Konvensi ILO yang menetapkan Pekerja Migran boleh dibebani biaya Maximum 2 bulan Gaji dan dapat diberikan fasilitas KUR/KTA PMI. Dengan demikian Definisi biaya Penempatan telah Clear tidak perlu lagi ada Kepka-Kepka yang bertentang dengan Pasal 30 UU No.18 Tahun 2017 dan tidak ada lagi Diskriminasi 10 Jabatan yang bertentangan dengan Pasal 2 UU No.18 Tahun 2017.
STOP EKSPLOITASI/TPPO BERKEDOK PERPANJANGAN KONTRAK
Telah Marak terjadi bagi PMI yang Finish Contract 3 tahun khususnya di seluruh negara tujuan Penempatan, namun yang sangat memprihatinkan saat ini Negara tujuan Taiwan, Hongkong dan Singapura di eksploitasi oleh Agency untuk tidak pulang atau kembali ke Tanah Airnya Indonesia dengan dalih Perpanjangan Kontrak Kerja, namun yang terjadi adalah kontrak baru dengan majikan baru dan pindah Agency baru, padahal Pemilik Agency memiliki beberapa kerabat Agency dan mereka menjualnya lebih murah dari pada Majikan mendatangkan PMI dari Indonesia.
Kalaupun ada yang pulang ke Tanah Air mereka beralasan cuti padahal berangkat kembali secara Non Prosedural tanpa Perlindungan, maka terjadilah istilah Renew-renewan dan Purna-purnaan yang setiap bulannya meningkat menjadi bola salju yang tentunya berdampak buruk pada kelangsungan rumah tangga para Pekerja Migran Indonesia yang berpisah semakin lama, dan siklus penempatan akan semakin menumpuk di dalam negeri dan membuat lama menunggu Job Penempatan karena berkurangnya PMI yang kembali ke Tanah air, hal ini perlu Pemerintah turun tangan menghentikan ini semua dengan mengeluarkan peraturan agar PMI yang telah menyelesaikan kontrak kerjanya maximal 3 tahun diwajibkan kembali ke tanah air untuk melepas kerinduannya dengan Keluarga tercinta, apabila ditemukan dikemudian hari ada Agency / Majikan mempekerjakan PMI melebihi 3 tahun atau merekrut PMI di negara Penempatan yang telah menyelesaikan kontrak kerjanya, maka Agency dan Majikan tersebut harus di Blacklist dan tidak dapat merekrut pekerja migran asal Indonesia, kecuali BPJS nya di turut diperpanjang dan kembali dengan majikan yang sama dengan kenaikan gaji yang lebih tinggi karena telah berpengalaman / Skill.
STOP UNPROSEDURAL NEGARA TUJUAN SINGAPURA
Kondisi penempatan ke Negara tujuan Singapura saat ini dikuasai oleh Agency Singapura yang tidak menghargai sistem Tata Kelola Penempatan PMI yang diatur dalam UU No.18 Tahun 2017, mereka telah mengangkanginya dengan merekrut PMI tanpa melalui P3MI tanpa ID, tanpa tahapan yang benar, tanpa melengkapi Kontrak Kerja (Employment Cobtract) yang disahkan oleh KBRI yang akan sangat membantu para PMI apabila terjadi perselisihan dengan Pemberi kerja / Majikan.
Hal ini tentunya termasuk Non Prosedural dan sangat merugikan PMI dan juga mematikan usaha para P3MI. Oleh karena itu kami mengusulkan agar Kepmen No.80 Tahun 2004 tentang OPP melalui embarkasi Batam kembali diberlakukan untuk memudahkan pengawasan sekaligus menertibkan penempatan Non Prosesural ke Singapura dengan sedikit merubah tahapan pengurusan Kontrak Kerja sebagai berikut:
- Agency dan Majikan mengambil Blanko Kontrak Kerja dari KBRI dan mengisi serta menandatangani Kontrak Kerja terlebih dahulu
- Kontrak kerja yang telah ditandatangani Pemberi Kerja / Majikan dan di stamp Agency dikirim ke Batam melalui perwakilan P3MI / Asosiasi yang di tunjuk melalui MoU P to P antar asosiasi P3MI bersama Asosiasi Agency Singapura melalui agen Pelayaran Batam-Singapura
- Perwakilan yang ditunjuk mengambil dokumen kontrak kerja tersebut untuk ditandatangani oleh PMI dan Perwakilan Perusahaan dengan melampirkan Surat Kuasa Dirut untuk di endorsment di BP3MI Batam untuk selanjutnya di upload dalam SISKOPPMI agar dapat mengikuti Orientasi Pra Penempatan (OPP) di LTSA Batam
- Setelah selesai OPP, para PMI dapat rekomendasi pemberangkatan dari BP3MI melalui Pelabuhan Harbourbay atau Batam Centre dengan membawa fisik Kontrak kerja yang telah lengkap ditandatangani dan di sahkan oleh BP3MI ke Negara tujuan Singapura
- Setibanya di Singapura para PMI wajib lapor ke KBRI dan menyerahkan dokumen kontrak kerja kepada petugas KBRI untuk di Legislasi dan pihak KBRI mengupload Kontrak kerja tersebut kedalam SISKOPPMI yang telah terintegrasi.
Dengan demikian seluruh tahapan dan dokumen kelengkapan persyaratan PMI semua terpenuhi sesuai amanat Pasal 5 dan 13 UU No.18 Tahun 2017.
Negara Harus Hadir untuk PMI
Upaya Pemerintah memberikan Perlindungan kepada para Pekerja Migran Indonesia perlu di Apresiasi, sebagai contoh Penempatan ke Timur Tengah yang pada masa terdahulu banyak terjadi permasalahan, sehingga dinilai perlu dihentikan sementara waktu melalui Kepmenaker No. 260 Tahun 2015 dan kemudian diterbitkan Kepmenaker No.291 Tahun 2018 tentang Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sebagai Solusi agar Permasalahan terdahulu tidak terulang kembali dimasa mendatang. Namun para Kelompok Sindikat Mafia TPPO dan Ijon Rente tidak menyukai Kebijakan tersebut, mereka para Kelompok Sindikat menginginkan program SPSK gagal total, mereka memberikan Imin-iming uang saku kepada CPMI hingga 15 juta rupiah dan para calonya 10 juta rupiah, ditotalkan mencapai 25 juta rupiah perorang untuk mendapatkan supply CPMI, tujuannya agar Pelaksanaan Penempatan Resmi melalui program SPSK tidak berjalan, bahkan mereka sanggup membayar NGO untuk meneriakan moratorium dicabut tanpa ada Solusinya, Hal ini jelas akan mengakibatkan permasalahan terdahulu akan terulang kembali dimasa mendatang.
Para pelaku penempatan telah memberikan pemikiran melalui assosiasi berupa konsep sistem yang lebih simple tetapi kompleks dan terintegrasi bernama Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sebagai formula baru yang mengintegrasikan Sisko Siap Kerja dengan Musanet milik Pemerintahan Arab Saudi dan telah diuji coba sehingga mencipkatan tahapan proses Dokumen pra Penempatan menjadi mudah, murah, dan cepat, sehingga perlu segera dilanjutkan kembali program SPSK tersebut agar tidak ada lagi PMI yang menempuh jalan pintas karena sebuah sistem akan menjadi primadona bagi para P3MI dan juga para PMI beserta keluarganya. (Amri Abdi Piliang, SH)
Penulis adalah Wasekjen 1 Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK)