Jakarta – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (PWO Dwipa), Feri Rusdiono, mengusulkan reformasi total dalam sistem seleksi calon anggota legislatif. Menurutnya, sudah saatnya syarat untuk menjadi wakil rakyat diperketat secara signifikan untuk memastikan kualitas dan integritas para anggota dewan.
Usulan ini mencakup kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi, uji kompetensi, dan pemeriksaan latar belakang yang ketat. Dalam pernyataan resminya, Feri Rusdiono menegaskan bahwa anggota dewan harus memiliki kualifikasi minimal Strata-2 (S2) dengan ijazah yang asli. “Yang mewakili rakyat harus lebih pintar dari rakyatnya,” ujar Feri. Ia menekankan perlunya verifikasi ketat untuk mencegah masuknya individu dengan ijazah palsu, sebuah praktik yang sering terjadi.
Selain itu, Feri juga mengusulkan agar calon anggota legislatif wajib memiliki skor TOEFL (Test of English as a Foreign Language) minimal 500. “Kemampuan berbahasa asing sangat penting, terutama dalam menghadapi isu-isu global dan kerja sama internasional,” tambahnya.
Seleksi Ketat Layaknya Melamar Pekerjaan
Feri Rusdiono membandingkan proses seleksi anggota dewan dengan proses rekrutmen di perusahaan swasta.
“Di perusahaan swasta, untuk gaji UMR saja pelamar harus minimal S1 dan menyertakan SKCK,” kata Feri. Ia mengusulkan agar calon anggota dewan juga diwajibkan menyerahkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang membuktikan mereka bersih dari riwayat korupsi, tindak pidana, atau masalah hukum lainnya. Feri juga menyarankan agar sistem pemilihan langsung melalui pencoblosan dihapus.
Menurutnya, proses ini tidak efisien dan menghabiskan dana negara yang sangat besar. “Mari kita adakan kontes besar yang disiarkan oleh seluruh stasiun TV nasional,” usulnya. Dalam “kontes” ini, para calon akan maju ke babak berikutnya setelah melalui serangkaian tes tertulis dan wawancara. Mereka yang lolos akan memaparkan visi dan misi mereka di depan seluruh rakyat Indonesia, yang kemudian dapat memilih melalui sistem voting SMS. “Ini lebih efektif dan efisien, tanpa perlu mencetak kaos, baliho, atau mengeluarkan amplop serangan fajar,” tegas Feri.
Memutus Rantai Korupsi dan Efisiensi Anggaran
Feri Rusdiono berpendapat bahwa dana kampanye yang besar sering kali dianggap sebagai “investasi” oleh para calon legislatif. “Ini yang memicu mereka mengganyang uang rakyat setelah terpilih, alih-alih menyuarakan aspirasi mereka,” jelasnya. Dengan sistem kontes yang diusulkannya, ia berharap dapat memutus rantai korupsi dan memastikan dana pemilu bisa dialokasikan untuk hal yang lebih bermanfaat.
Tak hanya itu, Feri juga mengusulkan beberapa perubahan terkait fasilitas anggota dewan untuk menekan pengeluaran negara, di antaranya:
Penghapusan Tunjangan Rumah: Ia menyarankan agar dibangun rumah susun atau apartemen di lahan gedung MPR-DPR yang luas, sehingga anggota dewan bisa berjalan kaki ke kantor dan tidak membutuhkan tunjangan transportasi.
Penghapusan Tunjangan Pengawalan: Dengan akses yang mudah ke gedung DPR, pengawalan khusus tidak lagi diperlukan. Feri menekankan bahwa hanya ambulans dan pemadam kebakaran yang berhak mendapatkan perlakuan istimewa di jalan.
Pembekalan Ilmu Tambahan: Anggota dewan perlu dibekali kemampuan seperti bela diri, public speaking, dan penguasaan aplikasi seperti Microsoft Office dan Canva agar tidak bergantung pada staf khusus yang membebani anggaran negara.
Larangan Rapat di Hotel: Semua rapat sebaiknya dilakukan di dalam gedung DPR untuk menghemat biaya sewa hotel.
Uji Konsentrasi: Feri juga mengusulkan tes konsentrasi untuk mencegah anggota dewan bermain judi online atau tidur saat rapat berlangsung.
Melalui usulan-usulan ini, Feri Rusdiono berharap dapat menciptakan anggota dewan yang benar-benar berintegritas, berwawasan luas, dan fokus pada kepentingan rakyat.