JAKARTA, KLIK7TV.CO.ID – Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan berbagai lembaga serta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memperkuat perlindungan pekerja migran sekaligus menekan keberangkatan non-prosedural..
Lembaga dan Pemda tersebut di antaranya Komnas Perlindungan Anak, Bawaslu, PERPUKADESI, PELITA, HIPKI, BPJS Ketenagakerjaan, Ditjen Imigrasi Kemenimpas, Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo, Pemkab Jember, dan Pemkab Flores Timur.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin menegaskan, pihaknya tak bisa bekerja sendiri membenahi persoalan pekerja migran dari hulu hingga hilir.
“Kementerian KP2MI tidak bisa berdiri sendiri untuk melaksanakan, mengeksekusi dalam rangka pembenahan di sektor hulu. Ada pemerintah pusat, ada pemerintah provinsi, ada pemerintah kabupaten/kota. Dan ini semuanya harus terlibat dalam konteks kita membenahi di sektor hulunya,” ucap Menteri Mukhtarudin dalam penandatanganan MoU, di Kantor Kementerian P2MI, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Mukhtarudin menekankan, peran Pemda sangat menentukan dalam upaya mencegah meningkatnya pekerja migran ilegal. Menurutnya, pengawasan dan sosialisasi di tingkat desa menjadi faktor penting agar calon pekerja migran tidak berangkat secara non-prosedural.
“Kalau ini kita lakukan bersama-sama, insyaAllah yang namanya pekerja migran ilegal, non-prosedural, TPPO, itu bisa kita tekan,” ujarnya.
Mukhtarudin menjelaskan, sekitar 15 persen persoalan pekerja migran terjadi pada fase rekrutmen. Karena itu, pembenahan hulu menjadi fokus utama.
Pihaknya juga mendorong daerah segera membentuk Peraturan Daerah (Perda) terkait perlindungan pekerja migran agar perlindungan tidak hanya berjalan di tingkat pusat, tetapi sampai kabupaten/kota dan desa.
“Dengan adanya Perda, maka perlindungan pekerja migran itu tidak hanya diurus oleh Kementerian P2MI. Tapi juga di tingkat kabupaten/kota, bahkan desa-desa. Di sini akan mulai bagaimana perlindungan kita. Pekerja migran yang aman itu kita mulai dari desa,” tegasnya.
Mukhtarudin menegaskan, pekerja migran bukan komoditas, sehingga pendekatannya harus humanis. Perlindungan diberikan sebelum, saat, dan setelah penempatan, termasuk pemberdayaan purna pekerja migran agar tidak kembali menganggur atau kembali berangkat secara ilegal.
Mukhtarudin berharap angka keberangkatan pekerja migran non-prosedural dapat ditekan secara signifikan. Selain memperkuat pengawasan, diharapkan pula untuk mampu mengurangi kerentanan calon pekerja migran terhadap penipuan dan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).
“Nah, di sinilah kita mulai tingkat perlindungan kita. Memproteksi pekerja migran kita agar bekerja secara prosedural. Menghindari tindak-tindak TPPO. Agar perlindungan itu mulai dari tingkat desa. Kemudian juga terkait dengan masalah penipuan, ada penipuan pekerja dan lain-lain. Sehingga ini kita tekan,” jelasnya.
Dari sisi peningkatan kompetensi tambahnya, KP2MI juga telah bekerja sama dengan berbagai kementerian yang memiliki program vokasi. Total ada 12 kementerian/lembaga yang telah meneken MoU terkait pelatihan vokasi untuk calon pekerja migran.
Kerja sama ini dipersiapkan untuk mendukung program prioritas pemerintah, termasuk target Quick Win Presiden tahun 2026 yaitu melatih dan menempatkan 500.000 pekerja migran terampil.
“Karena kita inginnya vokasi pelatihan ini bahwa antara latihan, kompetensi, dan penempatan harus menjadi satu match, link and match, harus matching. Jadi yang dilatih apa, kompetensinya apa, ditempatkan untuk sektor apa dan di mana. Jadi ini harus kita lakukan pelatihan,” kata Mukhtarudin. (ARMAN R)
