Daerah

Beternak Puyuh, Usaha yang Sangat Menjanjikan Dengan Potensi Besar di Indonesia

BOGOR, KLIK7TV.CO.ID – Beternak puyuh adalah salah satu usaha yang sangat menjanjikan dengan potensi besar di Indonesia.

Hal ini diungkapkan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam Workshop Beternak Puyuh: Peluang dan Tantangannya yang digelar, di Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/9/2024).

Dalam acara tersebut, Prof. Erliza memaparkan berbagai alasan mengapa beternak puyuh bisa menjadi bisnis yang menguntungkan, baik dari segi ekonomi maupun efisiensi.

Cepat Menghasilkan dan Harga Stabil
Salah satu keunggulan utama beternak puyuh adalah kecepatan dalam menghasilkan telur.

“Puyuh mulai bertelur hanya setelah 45 hari dipelihara, dan dapat terus memproduksi telur selama 18 bulan,” terang Prof. Erliza.

Dengan produksi yang cepat lanjutnya, para peternak bisa mendapatkan hasil dalam waktu singkat. Ditambah lagi, harga telur puyuh relatif stabil di pasar

Sedangkan biaya produksi per butir telur puyuh hanya sekitar Rp300, sementara harga jualnya mencapai Rp425 per butir, yang memberikan margin keuntungan yang cukup besar bagi peternak.

Menurut Prof. Erliza, permintaan yang Tinggi di Pasaran. Selain harga yang stabil, permintaan terhadap telur puyuh juga sangat tinggi.

Berdasarkan data yang disampaikan Prof. Erliza, permintaan telur puyuh di tiga provinsi besar mencapai 66 juta butir per bulan.

Namun, saat ini, PT. Sukaharja Quail Indonesia, salah satu produsen utama telur puyuh di Indonesia, baru mampu memenuhi 14 juta butir per bulan. Hal ini menunjukkan adanya peluang besar bagi para peternak untuk meningkatkan produksi dan memasok kebutuhan pasar yang belum terpenuhi.

Selain faktor ekonomi, beternak puyuh juga memiliki keunggulan dari segi kesehatan hewan dan efisiensi pengelolaan. Puyuh dikenal lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan unggas lain seperti ayam atau bebek.

“Ini tentu mengurangi risiko kerugian bagi peternak. Dari sisi pengelolaan, peternakan puyuh sangat efisien,” papar Prof. Erliza

Dengan hanya 4 jam kerja per hari tambahnya, satu pekerja mampu mengurus hingga 5.000 ekor puyuh. Selain itu, lahan yang dibutuhkan untuk memelihara 5.000 ekor puyuh hanya sekitar 20 meter persegi, membuat usaha ini cocok bagi mereka yang memiliki keterbatasan lahan.

Ia menjelaskan, beternak puyuh juga mendukung konsep zero waste. Kotoran puyuh bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk bernilai tambah.

“Kotoran puyuh dapat diolah menjadi pupuk, biogas, pakan ikan lele, serta makanan bagi maggot yang berpotensi dijadikan pakan unggas,” jelasnya.

Prof. Erliza juga menekankan bahwa seluruh teknologi yang digunakan dalam industri puyuh di Indonesia telah dikembangkan oleh putra-putri bangsa.

Dengan hanya 4 jam kerja per hari kata Prof. Erliza, satu pekerja mampu mengurus hingga 5.000 ekor puyuh. Selain itu, lahan yang dibutuhkan untuk memelihara 5.000 ekor puyuh hanya sekitar 20 meter persegi, membuat usaha ini cocok bagi mereka yang memiliki keterbatasan lahan.

Pada kesempatan yang sama, dalam acara tersebut Dr. (HC) Slamet Wuryadi selaku Ketua Asosiasi Puyuh Indonesia sekaligus Direktur Utama PT. Sukaharja Quail Indonesia, mengungkapkan strategi bisnis yang sukses dalam industri agribisnis puyuh.

Slamet menjelaskan bagaimana peluang bisnis beternak puyuh tidak hanya menguntungkan tetapi juga sangat relevan bagi generasi milenial.

Menurut Slamet, salah satu kunci sukses agribisnis adalah dengan memulai dari pasar.

“Komunitas kami berjumlah 1.600 orang dari jutaan pelaku agribisnis di Indonesia. Dari komunitas tersebut, kami mampu memproduksi hingga 14 juta butir telur per hari, dengan nilai transaksi harian yang tidak kurang dari Rp6 miliar,” ungkap Slamet Wuryadi.

Ia juga menyoroti, produk olahan puyuh seperti telur menjadi komoditas utama di berbagai bisnis kuliner.

Slamet menjelaskan betapa besarnya pasar yang tersedia untuk telur puyuh di Indonesia.

Mulai dari kuliner angkringan yang tersebar di 514 kabupaten, hingga berbagai hidangan khas seperti bubur ayam dan kuliner Cirebon, menunjukkan betapa kuatnya permintaan pasar lokal.

Dari segi keuntungan, Slamet memaparkan bahwa memelihara 1.000 ekor puyuh dapat menghasilkan pendapatan hingga Rp1,8 juta per bulan dengan waktu pengelolaan yang sangat singkat.

“Pekerjaan ini sederhana, namun memberikan hasil yang signifikan. Selain itu, nilai gizi dari telur puyuh sangat lengkap, sehingga diminati oleh konsumen dari berbagai kalangan,” paparnya.

Namun, Slamet juga mengakui bahwa ada tantangan dalam beternak puyuh, terutama terkait isu stres pada burung puyuh yang dapat memengaruhi produksi telur.

Menurutnya, isu tersebut sering kali dijadikan sebagai kampanye hitam oleh pihak-pihak tertentu.

“Salah satu tantangan yang sering kami hadapi adalah anggapan bahwa burung puyuh mudah stres dan berhenti bertelur. Ini sering kali menjadi isu yang beredar setelah terjadi masalah di peternakan ayam,” ungkap Slamet.

Untuk mengatasi masalah stres pada puyuh, PT. Sukaharja Quail Indonesia menerapkan pendekatan unik dengan memainkan musik Sunda dan murotal Al-Qur’an di peternakan mereka.

“Kami menemukan bahwa burung puyuh menjadi lebih tenang dan tetap produktif ketika mendengar musik Sunda atau murotal. Hal ini menunjukkan bahwa burung puyuh sebenarnya sangat adaptif dan tidak mudah stres,” ujar Slamet.

Dengan strategi inovatif dan pendekatan yang adaptif, Slamet yakin bahwa beternak puyuh adalah salah satu peluang usaha yang memiliki prospek cerah, terutama bagi generasi milenial. (ARMAN R)

Related Posts