SIDOARJO.KLIK7TV.CO.ID – Tiga saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pengelolaan Rusunawa Tambaksawah dan mantan Kepala Dinas Perkim CKTR Sidoarjo, (1/12) sore. Tiga saksi yang dihadirkan yaitu Kabid Aset BPKAD Djen Anis Pola, Sekdes Tambaksawah Qomari, dan Pj Kades Tambaksawah Sunaryo.
Ketiga saksi dicecar sejumlah pertanyaan soal pengelolaan Rusunawa. Anis mengatakan, hanya tahu bahwa sempat ada perjanjian antara desa dengan pemkab dalam pengelolaannya.
”Aset tersebut tercatat milik Pemkab Sidoarjo meski, tanahnya milik Pemdes Tambaksawah,” katanya dalam persidangan.
Mengenai apakah ada kepala dinas perkim lama yang ikut penandatangan perjanjian kerja sama pengelolaan rusunawa tersebut, Anis menjawab tidak tahu. Menurutnya, penandatangan tersebut yang pasti melibatkan bupati lama.
Sedangkan, Sekdes Tambaksawah Qomari mengatakan bahwa rusunawa tersebut selesai dibangun pada 2007. ”Saya saat itu kaur ekonomi dan pembangunan, yang jelas ada MoU saat itu antara bapak bupati dengan Kades Tambaksawah yang lama untuk pengelolaan rusunawa,” paparnya. Sehingga sejak itu pengelolaan dilakukan dibawah pemerintah Desa.
Dalam dakwaan sebelumnya JPU mendakwa empat mantan Kepala Dinas Perkim CKTR Sidoarjo yaitu Sulaksono, Dwijo Prawito, Agoes Boedi Tjahjono, dan Heri Soesanto, yang lalai dalam menjalankan tugas dalam pengelolaan Rusunawa Tambaksawah. Hingga menyebabkan kerugian total mencapai Rp 9,7 Miliar.
Descha Govinda, selaku kuasa hukum Agoes Boedi Tjahjono, mengatakan bahwa tidak ada keterlibatan langsung dari keempat terdakwa dalam penandatanganan perjanjian kerjasama pengelolaan.
”Malah mantan Bupati Sidoarjo saat itu, pak Win Hendarso saja yang melakukan tanda tangan,” katanya.
Menurutnya, jika berkaca pada Permendagri nomer 19 tahun 2016 keputusan penggunaan barang atau aset daerah dilakukan oleh bupati. ”Keputusan itu bukan dari kepala dinas,” ujarnya.
Disisi lain, Nizar Fikri selaku Penasehat Hukum terdakwa Sulaksono dan Dwijo, turut menambahkan bahwasannya dalam PKS pengelolaan rusun tidak ada kalimat yang menyatakan pelaporan berkala harus terhadap Kepala Dinas yang menjadi terdakwa ini.
Dalam perjanjian itu, tercantum hanya mewajibkan melaporkan pengelolaan rusun terhadap bupati dan pihak kedua yakni kepala Desa.
“Saya tegaskan pula tadi dipersidangan, bahwa para mantan kepala dinas ini tidak pernah menerima uang dari pengelolaan rusunawa,” tegas Nizar.
Sementara itu, JPU Kejari Sidoarjo I Putu Kisnu Gupta mengatakan bahwa rusunawa tersebut masuk kepada tupoksi dari Dinas Perkim CKTR. ”Karena penggunanya adalah Dinas Perkim. Sehingga mereka tidak bisa membiarkan pencatatan selama puluhan tahun itu dan menyebabkan kerugian,” katanya.
Kisnu menambahkan, meski tidak ada ikut dalam perjanjian kerjasama soal pengelolaan. Dinas Perkim CTKR perlu mengawasi berlangsungnya pengelolaan.
”Tanah benar milik Desa tapi bangunan milik Pemerintah kabupaten, dan Dinas Perkim tidak bisa membiarkan begitu saja pengelolaanya lepas,” ungkapnya. (Ofik)
