JAKARTA, KLIK7TV.CO.ID – Sidang Kasus Dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) PT. NSP yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Kota Malang dengan Nomor Perkara 128/Pid.Sus/2025/PN Mlg, terus di kawal jerat oleh Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) agar Hak-Hak para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang telah lengkap Dokumen sebagaimana diperyaratkan dalam Pasal 13 UU No.18 Tahun 2017 dapat segera diberangkatkan.
“Begitu juga dengan dokumen yang ditahan oleh Pihak Kejaksaan dapat segera dikembalikan,” kata Ketua Komisi Cabang Kota Malang Ferry Runtuwene yang juga Purnawirawan TNI AD pada Selasa 1 Juli 2025 kepada awak media.
Ferry juga mengingatkan kepada Para Pejabat maupun Aparat Penegak Hukum baik Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman, agar memperhatikan Amanat Undang Undang (UU) No.18 Tahun 2017 Pasal 70 ayat 2 tentang larangan kepada Pejabat untuk Menghalangi Keberangkatan PMI yang telah lengkap Dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 13, dan ada sangsi pidananya di dalam Pasal 84 ayat 2 yang berbunyi; “Pejabat yang Menghalangi Keberangkatan PMI yang telah lengkap Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat 2, Dipidana Penjara Maximal 5 Tahun dan Denda Maximal Rp 1 Miliar.
Wasekjend 1 Komnas LP-KPK, Amri Piliang, SH meminta kepada Kementrian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) untuk turun tangan memberikan Pelindungan kepada seluruh PMI dan P3MI yang telah melaksanakan tahapan proses Kelengkapan Dokumen PMI secara Resmi dan Prosedural yang tercatat dalam Siskoppmi dan Siap Kerja.
Karena menurut Amri, banyak Aparat Penegak Hukum yang tidak Paham Tahapan Proses Secara Resmi dan Prosedural melalui Siskoppmi yang terungkap dalam Persidangan. Contohnya PMI yang sedang dalam Proses di PT. NSP seluruhnya telah melalui Verifikasi Dokumen oleh Disnaker setempat dan juga ada yang telah mengikuti Orientasi Pra Penempatan (OPP), bahkan sudah memiliki ticket penerbangan ke Negara tujuan Hongkong, yang kemudian di Gerebek Polresta Malang dengan tuduhan/Dakwaan TPPO dan Tidak Memiliki izin Resmi.
“Tentu saja menjadi Pertanyaan Besar seolah ada Konspirasi dan cipta kondisi untuk mengkriminalisasi Pelaku penempatan yang Resmi dan Prosedural, Bagaimana mungkin tidak berizin dapat dilayani Disnaker dan BP2MI jika tidak memiliki izin Resmi,” ujar Amri.
Atas kejadian tersebut PMI yang seharusnya sudah berangkat dan Mendapatkan Gaji lebih kurang sebesar Rp 10jutaan perbulan sejak 8 bulan lalu lanjutnya, hingga kini Dokumen masih ditahan Pihak Kejaksaan sebagai barang bukti proses penempatan secara Resmi dan Prosedural.
Kata Amri, seharusnya Pihak Penyidik melakukan Verifikasi dan Konfirmasi kepada Ahli yaitu BP3MI setempat agar tidak salah tangkap dan hak hak PMI untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi keluarganya dapat terwujud dan dokumen dikembalikan agar dapat diberangkatkan, bukan dihalangi seperti ini seolah mereka berproses secara ilegal.
“Jika hal ini dibiarkan, maka seluruh PMI yang berproses melalui P3MI Resmi yang tercatat dalam Siskoppmi dan Siap Kerja, adalah ilegal, KP2MI juga harus mengedukasi Para Penyidik Polri dan Kejaksaan agar tidak bermain-main dengan Pasal 84 ayat 2 UU No.18 Tahun 2017 dan dapat dilaporkan balik dengan Perbuatan Melawan Hukum,” ucap Amri. (Red)