Kajian Belum Matang, Gerak Langsung Dikerjakan, Ini Namanya “Try End Eror”

Oleh : Marlan Pasaribu

Kajian belum matang toh langsung dikerjakan ini namanya “Try end Eror”. Ya seperti lucky draw kalau baik ya beruntung kalau tidak ya apes. Penerapan ini belum menyentuh filosofi pendidikan yang sebenarnya ujuk-ujuk. Nanti kalau gagal ya ujungnya  minta maaf tapi sistem sudah jadi korban. 

Aneh memang, baru kemarin Focus Group Discussion (FGD), membahas sistem sekolah lima hari, minggu depan sudah pelaksanaan dimana dasar hukum belum jelas. Pergub nya belum ditetapkan, agak terkesan dipaksakan sepertinya.

Lagian menyoal implementasi sekolah 5 hari apa relevansinya dengan Mutu Pendidikan. Sedangkan Sumatera Utara (Sumut) selama ini masih lumbung pendidikan yang dipertimbangkan dengan pola 6 hari.

Bahkan seakan kurang dibuktikan jumlah jam belajar yang terlibat di bimbingan belajar (bimbel) masih ada jadwal hingga malam hari. Mohon dilakukan cek and ricek dulu jadwal bimbel dan private less yang ada di Sumut masih padat kok selama ini.

Yang menjadi soal untuk menunjang mutu bukan soal durasi belajar di sekolah.

Mari kita perhatikan Sumut ini unik dari segi topografi terdiri dari perkotaan, semi perkotaan dan bahkan daerah kepulauan dan daerah pegunungan yang secara akses baik transportasi dan komunikasi teknologi masih bermacam macam. 

Belum lagi masalah budaya dan karakter setiap daerahnya sudah barang tentu mempengaruhi cara dan tata berpikir melihat pendidikan. 

Kajian sekolah 5 hari ini merujuk peran orang tua agar aktif dalam membina, mendidik anak-anak untuk pendidikannya sangat baik. Namun apakah dengan menambah waktu bersama dengan orang tua 1 hari akan bisa sebagaimana diharapkan anak dan orang tua ada komunikasi yang efektif untuk perbaikan pola pendidikan anak secara khusus pembinaan karakter dan kepribadian juga ikatan sosial terjadi?

Justru kita harus belajar saat ini memang masa android telah dalam genggaman anak dan orang tua yang terjadi dan nyata. “YANG JAUH JADI DEKAT YANG DEKAT JADI JAUH” tak dapat kita pungkiri nanti bila dengan penambahan 1 hari tidak ke sekolah dipastikan biaya belanja internet untuk keluarga baik anak dan orang tua pasti meningkat. 

Ya jawaban persoalan ya pasti pemerintah tinggal bilang itu kan tanggung jawab kembali kepada orang tua lagi. Merujuk pada keinginan dari program ini mengurangi dampak tawuran peserta didik ini sangat tidak menjawab. Sepertinya justru kesempatan anak-anak ini punya kesempatan kumpul secara bebas nanti mulai malam Jumat dan malam Minggu jadi waktu free, maka akan meningkatkan kesempatan untuk nongkrong dan kumpul-kumpul bagi yang di daerah perkotaan dan semi perkotaan. 

Lain halnya di pedesaan ya anak-anak akan di eksploitasi tenaganya untuk bekerja ke ladang. Ya bisa saja positif secara sepihak membantu orang tua dan bisa mendukung kepada pembelajaran mendalam di tengah kehidupan sehari-hari.

Kajian lain ini akan jadi peluang bimbel untuk menawarkan program-programnya. Melihat peluang ini tentu pola belajar bergerak ke arah bimbel dan ruang – ruang kelas bisa jadi tertinggal karena telah dikarbit di bimbel. 

Ini akan meleset lagi dari harapan yang akan ditetapkan di satuan pendidikan, jadi tetap akan ada kesenjangan bagi yang mampu dan yang tidak mampu secara finansial.

Belum lagi dampak sekolah 5 hari ini berdampak ekonomi yang terjadi apa bisa dibayangkan ada beberapa ratusan orang kehilangan mata pencaharian dalam 1 hari bisa hilang total. Seperti mereka supir angkot, tukang becak dan ojek yang selama ini menggantungkan langganan hanya ke peserta didik yang mereka antar dan yang membeli jualan mereka. 

Ini juga berdampak bukan hanya kepada puluhan kepala keluarga namun ratusan kepala keluarga. Tentu kajian yang tak bisa ditinggalkan perlu juga dipandang penting. Hal yang akan terjadi perlu dianggap kajian mendalam untuk kurikulum yang akan dilaksanakan apakah ini bisa menyesuaikan irama dengan guru dan tenaga kependidikan yang menjadi ujung tombak di sekolah. 

Bagaimana mengatur pola dan tata belajar dengan 5 hari kerja, apakah guru – guru telah dilibatkan dalam keputusan ini? Bagaimana kesiapan guru menanggapi program ini? Apakah hak dan tanggung jawab guru- guru telah dipertimbangkan dalam melaksanakan program ini? 

Tentu masih pertanyaan besar yang bisa terjadi di lapangan nantinya, namun apa pun semua itu harusnya secara baik program ini dilakukan secara bertahap bukan langsung seperti membalikkan tangan biar dapat dilihat dampak dan efektifnya program ini bukan jadi sebuah kecerobohan nanti bilamana program ini belum tepat untuk Sumut. 

Hal yang bijak memang bila ini positif maka tentu sesuatu terobosan yang dilakukan tanpa ada yang harus dikorbankan secara masif dan kesiapan secara teknis serta aturan sudah harus dipersiapkan secara matang sebelum pelaksanaannya.

Jangan kesannya terburu-buru biar hasilnya matang dan mantap sebagaimana slogan Sumut saat ini saatnya Kolaborasi yang baik bagi semua pihak untuk Sumut Berkah.

Maunya semua stakeholder dalam diskusi atau FGD itu mengundang dan melibatkan perwakilan supir- supir angkot, tukang kantin, PGRI sebagai organisasi profesi yang menjalankan roda utama pendidikan. 

Namun apapun yang telah menjadi putusan pemerintah tetap akan didukung oleh semua unsur demi kemajuan Sumut ke depan. Namun jangan pernah bermain-main mengelola pendidikan apalagi di Sumut karena lumbung pendidikan dan jiwa belajar masih banyak lahir dari sini.

Selamat dan sukses untuk pelaksanaan sistem sekolah lima hari mulai tahun ajaran baru 2025/2026.di Sumut. Salam kolaborasi untuk Sumut Berkah.

Related posts

Berkarya Untuk Pembangunan Sekolah Usia Dini di Tengah Keterbatasan

Kistine Andeska Br Ginting Kelas XI SMAN 1 Pancur Batu Terpilih Menjadi Anggota Paskib Nasional 2025

PLN UID Sumatera Utara Raih Dua Penghargaan Platinum di Nusantara CSR Awards 2025 untuk Program Pendidikan Berkualitas