JAKARTA, KLIK7TV.CO.ID- Wasekjend 1 Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Amri Abdi Piliang, SH, kembali mempertanyakan Perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Mabes Polri terkait Laporan Pengaduan Nomor : LP/B/27/I/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 15 Januari 2025 atas Dugaan Perbuatan melawan Hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) PT. KSS terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditempatkan ke Negara Tujuan Taiwan.
Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 4, 6 Juncto Pasal 15 Undang Undang (UU) No.21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman Penjara Maximal 15 Tahun dan Denda 600.000.000 rupiah untuk koorporasi ditambah 3 kali lipat.
Selain TPPO, ada dugaan pelanggaran Pasal 83 dan 86 UU No.18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan PMI dengan ancaman hukuman penjara 10 Tahun dan Denda 15 Miliar, serta Pasal 7 UU No.8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman denda maximal Rp 100 Miliar dan Sita seluruh Asset untuk Negara.
“Perusahaan penempatan ini diduga kuat telah banyak melakukan pelanggaran Undang-undang sebagaimana disebutkan diatas terhadap ribuan para Pekerja Migran Indonesia yang telah diberangkatkan sejak diberlakukan Kepka BP2MI No.328 Tahun 2022 hingga saat ini sesuai data yang tercatat dalam Siskoppmi milik Kementrian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau sesuai pelaporan AE 05,” ungkap Amri Abdi Piliang dalam press rilisnya, Kamis (5/4/2025).
Menurut Amri Piliang yang juga Alumni PPNK Lemhanas RI, hasil dari investigasi lapangan, diduga kuat Perusahaan ini kerap melakukan pungutan tidak resmi kepada Calon PMI (CPMI) rata-rata sebesar 65 jutaan rupiah per orang yang kemudian uang itu di parkir di Taiwan.
Sedangkan para PMI kata Amri, pada umumnya belum sempat mengirimkan gajinya ke Indonesia sebagai Remitans bagi Negara, hal ini tentunya sangat merugikan perekonomian Bangsa Indonesia, selain menjual harta benda, CPMI masih di jerat utang secara sepihak melalui Koperasi Simpan Pinjam yang berujung pada pemotongan Gaji/tagihan yang wajib dibayarkan melalui China Trust Bank sebesar 8.862 NT selama 8 Bulan sebagai Biaya Penempatan, Pemeriksaan Psikologi, Pelatihan, Uji Kompetensi dan Sertifikasi Profesi yang sama sekali tidak pernah mereka laksanakan sebagaimana di Persyaratan dalam Pasal 5 dan 13 UU No.18 Tahun 2017, serta Keputusan Kepala BP2MI No.50 Tahun 2023.
“Sedangkan pejabat yang selama ini meloloskan PMI ke Taiwan yang tidak dilengkapi Dokumen yang dipersyaratkan, harus diberikan sanksi pidananya sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 84 ayat (1) UU No.18 Tahun 2017, karena dalam Pasal 47 disebutkan bahwa Verifikasi Dokumen PMI hanya dapat dilakukan oleh Kepala Badan yang saat itu dijabat oleh Beny Rhamdani,” jelas Amri
Para CPMI tambahnya, juga dipulangkan ke Indonesia karena pemutusan kerja sepihak dan merasa sudah tidak sesuai dengan Perjanjian penempatan, disuruh mencari pekerjaan sendiri dan menanggung biaya hidup sendiri sehingga mereka merasa di eksploitasi dan diabaikan dari tanggung jawab Perusahaan Penempatan PT. KSS ini.
“Kami menilai Etika Moral dan jiwa Kebangsaan para Direksi Perusahaan Penempatan ini tidak ada sama sekali, oleh karena itu kami berharap seluruh Direksi P3MI diwajibkan mengikuti Retreat Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan Lemhanas RI, serta Dirjen Perlindungan PMI dapat mengimplementasikan Peraturan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 4 Tahun 2025 agar Pelayanan terhadap PT. KSS dihentikan sementara waktu hingga adanya penyelesaian hukum, dan para Pelaku / Koorporasi harus dihukum seberat-beratnya dengan Pasal Berlapis agar mendapatkan efek jera sekaligus pembelajaran bagi seluruh Perusahaan Penempatan lainnya,” kata Amri. (Red)