Jakarta, KLIK7TV.CO.OD – Guna menghambat angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), di industri padat karya berbasis ekspor ditengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuain Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Pengamat Ketenagakerjaan yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar menilai, pemotongan upah maksimal 25 persen di Permenaker No. 5/Tahun 2023, tidak berdampak pada penurunan PHK.
Menurutnya, saat ini mayoritas hubungan kerja di perusahaam padat karya termasuk orientasi ekspor adalah pekeja kontrak (PKWT) dan outsourcing (Alihdaya).
“Jadi, dengan status PKWT dan outsourcing maka PHK akan tetap mudah dilakukan. Permenaker No. 5 tidak akan menurunkan angka PHK tapi hanya sebatas melegitimasi penurunan upah pekerja saja dan pembayaran upah dibawah ketentuan upah minimum,” terang Timboel, Minggu (19/3/2023).
Timboel menduga kuat, Permenaker no. 5 tahun 2023 adalah “kompensasi” dari lahirnya Permenaker no. 18 tahun 2022. Dugaan saya ada transaksi regulasi yang dimainkan di sini.
“Seperti kita ketahui, Permenaker no . 18 tahun 2022 mengatur formula kenaikan upah minumum yang berbeda dari formula kenaikan upah minimum di PP no 36 tahun 2021, yang nilai kenaikannya lebih baik yaitu rata-rata di atas 5 persen. Kalau kenaikan upah minimum dengan formula di PP no. 36 tahun 2021 nilainya rata-rata sekitar 1 – 2 persen,” jelas Timboel.
Menurut Timboel, angka inflasi di dunia sudah semakin terkendali dan resesi pun sudah mulai mereda. “Ini artinya Permintaan dari luar negeri terhadap produk dari Indonesia akan semakin pulih dan meningkat sehingga ekspor akan kembali normal. Artinya perusahaan berorientasi ekspor seharusnya sudah pulih dan membaik, jadi tidak ada alasan kesulitan cash flow perusahaan berorientasi ekspor.
“Apalagi mata uang asing seperti Dollar Amerika terus menguat. Ini artinya pendapatan mata uang asing lebih besar dan bila ditukarkan ke rupiah maka pendapatan dalam bentuk rupiah akan semakin besar,” ujar Timboel.
Ia menambahkan, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Februari 2023 mencapai US$43,72 miliar atau naik 10,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$41,05 miliar atau naik 8,73 persen. Ini data BPS.
“Dengan kondisi ini artinya alasan lahirnya Permenaker no. 5 terkait PHK menjadi tidak obyektif lagi. Permenaker no. 5 tahun 2023 akan menurunkan daya beli pekerja, yang akan berdampak pada konsumsi agregat dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pemerintah harus adil terhadap pekerja,” paparnya. (ARMAN R)