HUMBANG HASUNDUTAN , KLIK7TV.CO.ID – Demokrasi menjadi salah satu alternatif memilih pemimpin baik sebagai Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota hingga kepala desa. Pada umumnya, dari beberapa kali pemilihan di Indonesia di setiap tingkatan politik uang atau money politic sering dilakukan masing-masing kandidat untuk mengambil hati masyarakat. Hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakat masih kurang. Kesempatan ini sering dimanfaatkan pada kandidat untuk melanggengkan jalan merebut suara di wilayah pemilihannya. Bukan hanya kepala daerah bahkan juga para calon legeslatif disetiap tingkatan.
Politik uang ini seolah menjadi budaya dan kebiasaan yang para penyelenggara pemilu baik KPU dan jajarannya, Bawaslu serta bahkan kepolisian pun sering kecolongan atas politik uang yang terjadi dan bahkan melihat serta mengetahui dilapangan. Jika tidak mereka para penyelenggara tidak mengetahui, tentu hanya sebatas kata-kata saja. Karena politik uang telah menjadi budaya dan kebiasaan dalam demokrasi di Indonesia.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) telah mengatur sistem pemilihan umum secara jelas dan terukur, namun dengan beragam alasan politik uang seakan kewajiban untuk merebut kursi bagi para politisi. Kemiskinan yang dialami manyoritas masyarakat Indonesia menjadi modal yang dimanfaatkan oleh para kandidat. Dengan menawarkan baik berupa sembako bahkan uang dijadikan pemikat merebut suara. Keadaan ini tanpa disadari telah melakukan pembodohan nyata bagi masyarakat. Sehingga tidak jarang mereka yang mendapatkan kursi adalah politisi yang memiliki banyak uang. Situasi ini bukan lagi demokrasi tetapi perdagangan suara.
Menanggapi situasi ini, beberapa masyarakat Humbang Hasundutan saat ditemui reporter klik7tv.com, pada minggu 13 Oktober 2024 mereka menyanyangkan situasi politik saat akhir-akhir ini. Karena yang baik tak memiliki banyak uang mengalami kesulitan meraih suara, namun mereka yang dianggap tidak memiliki kemampuan dan kesadaran menjadi bupati atau pun DPR karena memiliki uang cukup malah menjadi pemenang dalam meraih kursi.
Kursi dari hasil perdagangan ternyata menurut mereka cenderung mengecewakan dan tidak benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik.
Menurut mereka, Pilkada tahun ini di Humbang Hasundutan kita harapkan agar para kandidat tidak membeli suara rakyat, silahkan mengajak dengan menyampaikan visi dan misi yang mereka ingin lakukan. Sehingga masyarakat tertarik dengan rencana yang telah dituangkan setelah menjadi bupati.
Dengan keberadaan saat ini, kata mereka, cenderung tidak terlalu sibuk membagi-bagikan uang kepada masyarakat. Satu sisi momentum ini sangat menarik, tetapi sosiaisasi pun juga minim bahkan jarang kita jumpai spanduk para kandidat dengan menyampaikan visi dan misi mereka.
Tentu jika hingga pemilihan pada 27 November 2024 keadaan seperti ini, tentu Oloan Paniaran Nababan yang dikenal masyarakat Humbang Hasundutan sebagai wakil Bupati saat ini lah menjadi pilihan manyoritas Humbang Hasundutan. Karena sudah dikenal setidaknya gambar dan namanya dibeberapa lokasi di Humbang Hasundutan.
Yang jelas, kami berharap agar kondisi politik di Humbang Hasundutan senyaman saat ini, sehingga tidak ada para calon yang menangis karena tidak mendapatkan suara terbanyak sementara biaya besar sudah hilang,” harap mereka.
Para calon ini kita yakini sudah cerdas, tentu saatnya mencerdaskan masyarakat. Menang boleh tapi tidak dengan melakukan perdagangan uang kepada masyarakat. Jika ada kandidat yang memberikan uang ataupun jenis lain dengan mengajak memilih calon, saatnya masyarakat menolak dan pilihlah mereka yang tidak menawarkan uang,” terangnya.
Bisa kita hitung berapa biaya yang harus dikeluarkan jika membeli satu suara saja senilai 100.000. DPT di Humbang Hasundutan hamper 14 ribu, jika ingin merebut suara setengahnya saja maka diperlukan uang sejumlah 7 milyar Rupiah. Belum lagi tim yang biasanya digaji. Metode penggajian beragam namun yang jelas setidaknya tim di tingkat desa bahkan dusun.
Jika 154 Desa dengan masing-masing desa 10 orang tim dengan honor sejuta per tim maka 154 juta masing-masing desa dikali dengan 7 dusun maka 1.078 dusun. Per dusun dikali dengan 10 orang tim maka 10.780 orang.
Jika masing-masing tim di Dusun diberi honor 500 ribu rupiah per tim maka jumah uang 5 milyar lebih. Yang pasti setiap tingkatan mulai dari tim kabupaten hingga dusun biaya yang harus dikeluarkan sangat pantastis,” jelas mereka sambil menghitung dengan menggunakan kolkulator dalam Handphone.
Masyarakat Humbang Hasundutan saatnya sudah menyadari bahwa tidak lah membangun tujuan para calon jika mereka membagi-bagikan uang saat pemilihan seperti saat ini, tetapi mereka sebagian hanya ingin duduk menjadi tuan yang bangga dipanggil sebagai pejabat di daerahnya dan nanti setelah duduk akan mengganti biaya mereka yang telah habis milyaran saat pemilihan,” tutup mereka.( KLIK7TV)